BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan adalah salah satu cara untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia. Melalui pendidikan, kecerdasan dan potensi manusia
dapat diasah agar lebih baik lagi dalam membangun mutu pendidikan. Oleh karena
itu, pemerintah seharusnya memberikan perhatian terhadap dunia pendidikan agar
dapat menghasilkan generasi muda yang terdidik dan terpelajar. Hal ini sesuai
dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia yakni memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Peningkatan mutu
pendidikan akan tercapai apabila proses belajar mengajar yang diselenggarakan
di kelas benar-benar efektif dan berguna untuk mencapai kemampuan pengetahuan,
sikap dan keterampilan yang diharapkan. Karena pada dasarnya proses belajar
mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, di antaranya
guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan berhasilnya
proses belajar mengajar di dalam kelas. Seorang guru sebagai sumber belajar
harus mampu memberi pengaruh baik terhadap lingkungan belajar siswa sehingga
timbul reaksi peserta didik untuk mampu mencapai hasil belajar yang diinginkan.
Untuk
dapat berpikir aktif siswa harus dibiasakan untuk membangun pemikirannya
sendiri. Membangun suatu pemikiran dapat dimulai dengan memberikan suatu
rangsangan, karena di dalam pemikiran sudah terdapat pengalaman dalam kehidupan
sehari-hari.
Konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan
bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia. Berdasarkan paham
konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar, guru tidak serta merta
memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna.
Disini peserta didik harus membangun suatu pengetahuan berdasarkan
pengalamannya masing-masing. Pembelajaran konstruktivisme
menekankan peserta didik belajar untuk menyusun atau mengkontruksikan sendiri
pengetahuannya dengan menemukan, menggali, dan memecahkan masalah.
Berdasarkan latar
belakang diatas, penulis mencoba memaparkan tentang “Penerapan Teori
Konstruktivisme dalam Pendidikan di Sekolah”.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dan ruang lingkup teori konstruktivisme?
2.
Bagaimanakah menerapkan teori konstruktivisme pada pembelajaran di
sekolah?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dan ruang
lingkup teori konstruktivisme .
2.
Untuk mengetahui menerapkan
teori konstruktivisme pada pembelajaran di sekolah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori Konstruktivisme
Asal kata konstruktivisme yaitu “to construct” yang berarti “membentuk”.
Konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat yang mempunyai pandangan
bahwa pengetahuan yang kita miliki adalah hasil konstruksi atau bentukan diri
kita sendiri. Dengan kata lain, kita akan memiliki pengetahuan apabila kita
terlibat dalam proses penemuan pengetahuan dan pembentukannya dalam diri kita.
Konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan merupakan perolehan individu
melalui keterlibatan aktif dalam menempuh proses belajar. (Benny, 2009)
Kontruksi
berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme
adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern konstruktivisme
(constructivism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual,
yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap diambil atau
diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata. (Annisa : 2011).
Konstruktivisme
yang merupakan pandangan terbaru di mana pengetahuan akan dibangun sendiri oleh
pelajar berdasarkan pengetahuan yang ada pada mereka. Makna pengetahuan,
sifat-sifat pengetahuan dan bagaimana seseorang menjadi tahu dan
berpengetahuan, menjadi perhatian penting bagi aliran konstruktivisme. Pada
dasarnya perspektif ini mempunyai asumsi bahwa pengetahuan lebih bersifat
kontekstual daripada absolut, yang memungkinkan adanya penafsiran jamak
(multiple perspektives) bukan hanya satu perspektif saja. Hal ini berarti bahwa
“pengetahuan dibentuk menjadi pemahaman individual melalui interaksi dengan
lingkungan dan orang lain. Sagala (2011 :88).
Konstruktivisme merupakan suatu aliran
filsafat yang mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita miliki adalah
hasil konstruksi atau bentukan kita sendiri. Pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari fikiran guru ke fikiran siswa, artinya bahwa siswa
harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan
kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan
sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan
sesuai dengan kehendak guru (Amri dan Ahmadi, 2010:148)
B.
Penerapan Pembelajaran Konstruktivisme
Pembelajaran
Konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana
pengetahuan disusun dalam diri manusia. Berdasarkan paham konstruktivisme,
dalam proses belajar mengajar, guru tidak serta merta memindahkan pengetahuan
kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna. Disini peserta didik
harus membangun suatu pengetahuan berdasarkan pengalamannya dan hasil dari
usaha peserta didik itu sendiri. (Hapsari, 2011:34)
Menurut Daffy dan
Cunningham dalam Benny (2009 : ) mengemukakan dua hal yang menjadi esensi dari
pandangan konstruktivisme dalam aktivitas pemelajaran, yaitu:
1. Belajar lebih diartikan sebagai proses aktiv
membangun daripada sekedar memperoleh pengetahuan
2. Pembelajaran merupakan proses yang mendukung
proses pembangunan pengetahuan daripada hanya sekedar mengkomunikasikan
pengetahuan.
Menurut
Trianto (2007:108), landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan
pandangan kaum objektivis, yang lebih pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan
konstruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa
banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru harus
memfasilitasi proses tersebut dengan:
a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.
b. Memberikan kesempatan bagi siswa menemukan
dan menemukan idenya sendiri.
c. Memberikan kesempatan bagi siswa agar
menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada
siswa. siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru
dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi
menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan
dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka
sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana
tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat
penemuan.
Prinsip-prinsip yang sering diambil dari
pembelajaran konstruktivisme menurut Suparno dalam Trianto, 2010:76, antara
lain:
1)
Pengetahuan
dibangun secara aktif
2)
Tekanan
dalam proses belajar teletak pada siswa
3)
Mengajar
adalah membantu siswa belajar
4)
Tekanan
dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir
5)
Kurikulum
menekankan partisipasi siswa, dan
6)
Guru
sebagai fasilitator
Menurut
Siroj (2004), ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivisme adalah :
1) Menyediakan
pengalaman belajar dengan mengkaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.
2) Menyediakan
berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas yang
sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara.
3) Mengintegrasikan
pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan dengan melibatkan
pengalaman konkrit, misalnya untuk memahami suatu konsep melalui kenyataan
kehidupan sehari-hari.
4) Mengintegrasikan
pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial yaitu terjadinya
interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya,
misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswa-siswa.
5) Memanfaatkan
berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran
menjadi lebih efektif.
6) Melibatkan
siswa secara emosional dan sosial sehingga menjadi menarik dan siswa mau
belajar
Berdasarkan ciri pembelajaran
konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparkan tentang penerapan di
kelas.
a)
Mendorong kemandirian dan inisiatif
siswa dalam belajar, dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa
serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan
identitas intelektual mereka. Para siswa merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan
kemudian menganalisis serta menjawabnya berate telah mengembangkan tanggung
jawab terhadap proses belajar mereka sendiri .
b)
Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan
memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespons, berpikir
reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan
dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara-cara
siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun
keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
c)
Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi,
guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para
siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respons faktual yang
sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep
melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan atau pemikirannya.
d)
Siswa terlibat secara aktif dalam dialog
atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya
e)
Siswa terlibat dalam pengalaman yang
menantang dan mendorong terjadinya diskusi
f)
Guru menggunakan data mentah,
sumber-sumber utama dan materi-materi interaktif
Menurut
Endang Rahayu (2009:254-255) implikasi pembelajaran kontruktivisme dalam
pebelajaran meliputi 4 tahap yaitu
a)
Apersepsi
Dalam tahap ini siswa didorong agar
mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu
guru memancing dengan pertanyaan-pertanyaan problematis tentang fenomena yang
sering dijumpai sehari-hari oleh siswa dan mengkaitkannya dengan konsep yang
akan dibahas. Selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan
mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep tersebut.
b) Eksplorasi
Di tahap ini siswa diberi kesempatan untuk
menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian dan
mengintepretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru.
Secara keseluruhan tahap ini akan terpenuhi rasa keingintahuan siswa tentang
fenomena dalam lingkungannya.
c)
Diskusi
dan penjelasan konsep
Saat siswa memberikan penjelasan dan solusi
yang didasarkan pada hasil observasi siswa, ditambah dengan penguatan guru.
Selanjutnya siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang
dipelajari.
d)
Pengembangan
dan aplikasi
Guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran
yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik
melalui kegiatan maupun melalui pemunculan masalah-masalah yang berkaitan
dengan isu-isu dalam lingkungan siswa tersebut.
Langkah-langkah
Pembelajaran
Konstruktivisme
Fase
|
Tingkah
Laku Guru
|
Fase 1
Menyampaikan tujuan
memotivasi peserta didik
|
Pendidik menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik belajar
|
Fase 2
Menyajikan
informasi
|
Pendidik menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan
|
Fase 3
Mendorong dan melatihkan konstruk-tivisme
|
Pendidik menjelaskan pada peserta didik bagaimana
caranya belajar mandiri dan membantu peserta didik agar
menjadikan infomasi sebagai miliknya sendiri
|
Fase 4
Memeriksa dan mem- berikan umpan balik
|
Pendidik memeriksa pemahaman peserta didik terhadap
materi dan memberikan umpan balik bagi peserta didik yang
bertanya
|
Fase
5
Evaluasi
|
Pendidik mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
|
Fase
6
Memberi
penghargaan
|
Pendidik mencari cara-cara
untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
|
Hapsari (2011)
menyebutkan bahwa, ada lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang
konstruktivisme, yaitu:
a. Memperhatikan
dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
Kegiatan belajar ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan
memanfaatkan pengetahuan awal yang dimilikinya.
b. Pengalaman
belajar yang otentik dan bermakna
Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang
sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu dalam melakukan
pembelajaran hendaklah yang dapat menimbulkan minat, sikap, dan kebutuhan belajar
siswa.
c. Adanya
lingkungan sosial yang kondusif.
Siswa diberi kesempatan untuk bias berinteraksi secara produktif dengan
sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa
untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.
d. Adanya dorongan
agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh
karena itu, siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan
mengatur kegiatan belajarnya.
e. Adanya
usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
IPA bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga
mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran IPA harus bisa melatih
dan memperkenalkan siswa tentang “kehidupan” ilmuwan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Asal
kata konstruktivisme yaitu “to construct”
yang berarti “membentuk”. Konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat
yang mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita miliki adalah hasil
konstruksi atau bentukan diri kita sendiri. Dengan kata lain, kita akan
memiliki pengetahuan apabila kita terlibat dalam proses penemuan pengetahuan
dan pembentukannya dalam diri kita. Konstruktivisme berpandangan bahwa
pengetahuan merupakan perolehan individu melalui keterlibatan aktif dalam
menempuh proses belajar.
2.
Pembelajaran
Konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana
pengetahuan disusun dalam diri manusia. Berdasarkan paham konstruktivisme dalam
proses belajar mengajar, guru tidak serta merta memindahkan pengetahuan kepada
peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna. Disini peserta didik harus
membangun suatu pengetahuan berdasarkan pengalamannya dan hasil dari usaha
peserta didik itu sendiri. Adapun penerapan pembelajaran
konstruktivisme di kelas, yaitu:
a)
Mendorong kemandirian dan inisiatif
siswa dalam belajar, dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa
serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan
identitas intelektual mereka. Para siswa merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan
kemudian menganalisis serta menjawabnya berati telah mengembangkan tanggung
jawab terhadap proses belajar mereka sendiri .
b)
Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan
memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespons, berpikir
reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan
dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara-cara siswa
merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan
dalam melakukan penyelidikan.
c)
Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi,
guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para
siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respons faktual yang
sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep
melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan atau
pemikirannya.
d)
Siswa terlibat secara aktif dalam dialog
atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya
e)
Siswa terlibat dalam pengalaman yang
menantang dan mendorong terjadinya diskusi
f)
Guru menggunakan data mentah,
sumber-sumber utama dan materi-materi interaktif
B. Saran
Berdasarkan beberapa pemaparan yang
telah disampaikan di atas, setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca teori
kontruktivisme, terutama penerapanya dalam pendidikan di Sekolah. Sehingga,
pembaca dapat mengambil hal-hal positif dari makalah ini.
No comments:
Post a Comment